Rabu, 06 November 2013

Membangun sikap mental di masa 'Golden Age'

Menakjubkan! Kata yang selalu menemani hari-hariku bersama buah hati, Hanif Habibie. Setiap saat adalah kejutan. Betapa tidak, buah hati yang kutemani sehari-hari sedari dalam kandungan kini telah beranjak besar. Si bayi mungilku telah mencapai 19 bulan. Pertumbuhan yang menakjubkan secara fisik dan perkembangan yang membahagiakan secara psikis.

Begitu saya rasakan betapa masa bayi sampai balita menjadi masa golden age untuk anak. Tidak hanya kepekaan kognitif yang harus saya bangun, namun kesadaran emosional menjadi lahan garapan yang lebih penting  bagi anak di masa emas ini. Apa yang kita pikirkan tak bisa, sesungguhnya ia sedang belajar dengan apa yang ia lihat, mengamati meski belum bisa melakukan, menghapalkan meski belum dapat melapalkan. Apa yang menjadi kebiasaan kita menjadi teladan baginya. Dan itu saya rasakan ketika ia mulai belajar mengekspresikan diri, lewat celotehnya, lewat gerak anggota badannya bahkan hanya sekedar lewat kedipan matanya. Oh luar biasa! Begitu surprise melihat perkembangannya, melakukan sesuatu yang tidak saya ajarkan secara langsung. Tapi saya sadari memang hal yang ia perbuat adalah yang ia lihat sehari-hari dari saya sendiri dan lingkungan sekitar.

Mengajaknya ngobrol meski ia belum bisa berkata adalah kebiasaan saya dan keluarga. Mengubah mind set saya untuk tidak menganggap anak belum bisa atau belum tau karena masih kecil adalah salah satu usaha saya agar kreatifitasnya tidak terbatasi. Memberi kesempatan pada si kecil untuk melakukan sesuatu, meski dengan konsekuensi butuh waktu lama dan sabar. Ini menjadi momen pelatihan emosi bagi saya. Memberikan apresiasi sekecil apapun yang telah dapat ia lakukan, dengan tepukan tangan, pelukan atau ciuman sayang, saya percaya mampu membangun kepercayaan dirinya.

Mengatakan 'ia' pada sesuatu yang boleh dilakukan dan mengalihkan perhatian pada hal yang memang tidak semestinya dilakukan. Mengubah intruksi "jangan" untuk penyampaian yang efektif memang tidak mudah, namun menjelaskan intruksi 'kebalikannya' saya percaya akan menambah wawasan baru baginya. Justru ketika masih kecil penjelasan terhadap sesuatu hal mesti dilakukan karena masa golden age adalah masa penyerapan, masa kehausan anak akan informasi tentang lingkungannya. Jadi jangan takut membiasakan jujur sejak dini, katakan ia pada hal yang boleh dilakukan dan beri penjelasan. Dan beri penjelasan pada hal yang semestinya tidak dilakukan, sehingga ia pun belajar menganalisis mana yang mesti dilakukan dan mesti ditinggalkan.

Demikian sedikit pemahaman saya dalam belajar mendidik anak. Dan entah menurut teorinya benar atau tidak, tapi 80% saya merasa puas dengan buah hati saya. Secara kognitif dan emosional saya merasa tak memiliki kesulitan berarti dalam mendidiknya. Alhasil meski dia anak yang aktif, tapi dia bisa mengekspresikan keinginannya pada orang tuanya, tegas dan jelas menyiratkan mau atau tidak mau. Meminta penjelasan apa dan mengapa. Bagi saya itu adalah salah satu sikap mental yang perlu saya apresiasi yang kelak menjadi bekal dan menjadi prinsip hidupnya kelak.

I luv u Habibie-ku,,,
Mungkin raga ini tak kan sepenuhnya bersamamu terus. Karena sebentar lagi kau akan punya lingkungan, setelah kau TK, SD, SMP dst., lingkunganmu akan terus bertambah, kuantitas waktu kita akan berkurang atau bahkan kualitasnya. Namun biarkan hati kita yang terus menyatu lewat bimbingan Rohmat Alloh swt. Maka perkenankan mamahmu menemani di masa emasmu, memberi bekal meski hanya setetes pengalaman dan setitik debu pengetahuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar